"GIZI SEIMBANG PADA IBU BERSALIN"


Nama              : Besty Marsaulina Simangunsong
Nim                 :  022019006
Prodi               : D3 Kebidanan
Tugas Resume : "GIZI SEIMBANG PADA IBU BERSALIN"

Kehidupan manusia dimulai sejak masa janin dalam rahim ibu. Sejak itu manusia kecil telah memasuki masa perjuangan hidup yang salah satunya menghadapi kemungkinan kurangnya zat gizi yang diterima dari ibu yang mengandungnya. Jika zat gizi yang diterima dari ibunya tidak mencukupi maka janin tersebut akan mengalami kurang gizi dan lahir dengan berat badan rendah yang mempunyai konsekuensi kurang menguntungkan dalam kehidupan berikutnya. Persalinan diartikan sebagai proses pengeluaran hasil konsepsi atau yang biasa kita sebut sebagai janin atau kandungan. Umumnya, seorang ibu akan merasa bahagia dan senang sebelum proses persalinan setelah penantian panjang. Sebagian akan merasa takut dan gelisah, baik senang maupun gelisah hal tersebut merupakan hal yang normal setelah seorang ibu mengandung 9 bulan.
Proses persalinan juga menjadi proses yang melelahkan, baik bagi sang ibu maupun sang ayah karena diperlukan kesabaran dalam menjalani prosesnya. Ada banyak hal yang harus diketahui dan dilakukan untuk memastikan bahwa sang ibu dan si kecil berada dalam kondisi sehat sebelum dan setelah persalinan. Tak hanya itu saja, metode persalinan juga harus diketahui agar ibu bisa mempersiapkan segala hal dengan baik nantinya.
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin yang dikandungnya, yaitu anemia, perdarahan dan berat badan ibu tidak bertambah secara normal, kurang gizi juga dapat mempengaruhi proses persalinan dimana dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, premature, perdarahan setelah persalinan, kurang gizi juga 3 dapat mempengaruhi pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, cacat bawaan dan berat badan bayi lahir rendah (Arisman, 2009).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin mengetahui lebih jelas tentang “Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu bersalin.

       I.            PRINSIP GIZI PADA SAAT PERSALINAN
Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan. Status ini merupakan tanda-tanda atau penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan
pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi (Sunarti, 2004).

v  KEBUTUHAN OKSIGEN
            Pemenuhan kebutuhan oksigen selama proses persalinan perlu diperhatikan oleh bidan, terutama pada kala I dan kala II, dimana oksigen yang ibu hirup sangat penting artinya untuk oksigenasi janin melalui plasenta. Suply oksigen yang tidak adekuat, dapat menghambat kemajuan persalinan dan dapat mengganggu kesejahteraan janin. Oksigen yang adekuat dapat diupayakan dengan pengaturan sirkulasi udara yang baik selama persalinan. Ventilasi udara perlu diperhatikan, apabila ruangan tertutup karena menggunakan AC, maka pastikan bahwa dalam ruangan tersebut tidak terdapat banyak orang. Hindari menggunakan pakaian yang ketat, sebaiknya penopang payudara/BH dapat dilepas/ dikurangi kekencangannya. Indikasi pemenuhan kebutuhan oksigen adekuat adalah Denyut Jantung Janin (DJJ) baik dan stabil.
v  KEBUTUHAN CAIRAN DAN NUTRISI
Kebutuhan cairan dan nutrisi (makan dan minum) merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi dengan baik oleh ibu selama proses persalinan. Pastikan bahwa pada setiap tahapan persalinan (kala I, II, III, maupun IV), ibu mendapatkan asupan makan dan minum yang cukup. Asupan makanan yang cukup       (makanan utama maupun makanan ringan), merupakan sumber dari glukosa darah. Glukosa darah merupakan sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Kadar gula darah yang rendah akan mengakibatkan hipoglikemia. Sedangkan asupan cairan yang kurang, akan mengakibatkan dehidrasi pada ibi bersalin.

Pada ibu bersalin, hipoglikemia dapat mengakibatkan komplikasi persalinan baik ibu maupun janin. Pada ibu, akan mempengaruhi kontraksi/his, sehingga akan menghambat kemajuan persalinan dan meningkatkan insiden persalinan dengan tindakan, serta dapat meningkatkan risiko perdarahan postpartum. Pada janin, akan mempengaruhi kesejahteraan janin, sehingga dapat mengakibatkan komplikasi persalinan seperti asfiksia. Dehidrasi pada ibu bersalin dapat mengakibatkan melambatnya kontraksi/his, dan mengakibatkan kontraksi menjadi tidak teratur. Ibu yang mengalami dehidrasi dapat diamati dari bibir yang kering, peningkatan suhu tubuh, dan eliminasi yang sedikit.
Dalam memberikan asuhan, bidan dapat dibantu oleh anggota keluarga yang mendampingi ibu. Selama kala I, anjurkan ibu untuk cukup makan dan minum, untuk mendukung kemajuan persalinan. Pada kala II, ibu bersalin mudah sekali mengalami dehidrasi, karena terjadi peningkatan suhu tubuh dan terjadinya kelelahan karena proses mengejan. Untuk itu disela-sela kontraksi, pastikan ibu mencukupi kebutuhan cairannya (minum). Pada kala III dan IV, setelah ibu berjuang melahirkan bayi, maka bidan juga harus memastikan bahwa ibu mencukupi kebutuhan nutrisi dan cairannya, untuk mencegah hilangnya energi setelah mengeluarkan banyak tenaga selama kelahiran bayi (pada kala II).
v  KEBUTUHAN ELIMINASI
Pemenuhan kebutuhan eliminai selama persalinan perlu difasilitasi oleh bidan, untuk membantu kemajuan persalinan dan meningkatkan kenyamanan pasien. Anjurkan ibu untuk berkemih secara spontan sesering mungkin atau minimal setiap 2 jam sekali selama persalinan. Kandung kemih yang penuh, dapat mengakibatkan:
·         Menghambat proses penurunan bagian terendah janin ke dalam rongga panggul, terutama apabila berada di atas spina isciadika
·         Menurunkan efisiensi kontraksi uterus/his
·         Mengingkatkan rasa tidak nyaman yang tidak dikenali ibu karena bersama dengan munculnya kontraksi uterus
·         Meneteskan urin selama kontraksi yang kuat pada kala II
·         Memperlambat kelahiran plasenta
·         Mencetuskan perdarahan pasca persalinan, karena kandung kemih yang penuh menghambat kontraksi uterus.
v  KEBUTUHAN HYGIENE (KEBERSIHAN PERSONAL)
Kebutuhan hygiene (kebersihan) ibu bersalin perlu diperhatikan bidan dalam memberikan asuhan pada ibu bersalin, karena personal hygiene yang baik dapat membuat ibu merasa aman dan relax, mengurangi kelelahan, mencegah infeksi, mencegah gangguan sirkulasi darah, mempertahankan integritas pada jaringan dan memelihara kesejahteraan fisik dan psikis. Tindakan personal hygiene pada ibu bersalin yang dapat dilakukan bidan diantaranya: membersihkan daerah genetalia (vulva-vagina, anus), dan memfasilitasi ibu untuk menjaga kebersihan badan dengan mandi.
Mandi pada saat persalinan tidak dilarang. Pada sebagian budaya, mandi sebelum proses kelahiran bayi merupakan suatu hal yang harus dilakukan untuk mensucikan badan, karena proses kelahiran bayi merupakan suatu proses yang suci dan mengandung makna spiritual yang dalam. Secara ilmiah, selain dapat membersihkan seluruh bagian tubuh, mandi juga dapat meningkatkan sirkulasi darah, sehingga meningkatkan kenyamanan pada ibu, dan dapat mengurangi rasa sakit. Selama proses persalinan apabila memungkinkan ibu dapat diijinkan mandi di kamar mandi dengan pengawasan dari bidan.

Pada kala I fase aktif, dimana terjadi peningkatan bloodyshow dan ibu sudah tidak mampu untuk mobilisasi, maka bidan harus membantu ibu untuk menjaga kebersihan genetalianya untuk menghindari terjadinya infeksi intrapartum dan untuk meningkatkan kenyamanan ibu bersalin. Membersihkan daerah genetalia dapat dilakukan dengan melakukan vulva hygiene menggunakan kapas bersih yang telah dibasahi dengan air Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), hindari penggunaan air yang bercampur antiseptik maupun lissol. Bersihkan dari atas (vestibulum), ke bawah (arah anus). Tindakan ini dilakukan apabila diperlukan, misal setelah ibu BAK, setelah ibu BAB, maupun setelah ketuban pecah spontan.

Pada kala II dan kala III, untuk membantu menjaga kebersihan diri ibu bersalin, maka ibu dapat diberikan alas bersalin (under pad) yang dapat menyerap cairan tubuh (lendir darah, darah, air ketuban) dengan baik. Apabila saat mengejan diikuti dengan faeses, maka bidan harus segera membersihkannya, dan meletakkannya di wadah yang seharusnya. Sebaiknya hindari menutupi bagian tinja dengan tisyu atau kapas ataupun melipat undarpad.

Pada kala IV setelah janin dan placenta dilahirkan, selama 2 jam observasi, maka pastikan keadaan ibu sudah bersih. Ibu dapat dimandikan atau dibersihkan di atas tempat tidur. Pastikan bahwa ibu sudah mengenakan pakaian bersih dan penampung darah (pembalut bersalin, underpad) dengan baik. Hindari menggunakan pot kala, karena hal ini mengakibatkan ketidaknyamanan pada ibu bersalin. Untuk memudahkan bidan dalam melakukan observasi, maka celana dalam sebaiknya tidak digunakan terlebih dahulu, pembalut ataupun underpad dapat dilipat disela-sela paha.
v  KEBUTUHAN ISTIRAHAT
Selama proses persalinan berlangsung, kebutuhan istirahat pada ibu bersalin tetap harus dipenuhi. Istirahat selama proses persalinan (kala I, II, III maupun IV) yang dimaksud adalah bidan memberikan kesempatan pada ibu untuk mencoba relax tanpa adanya tekanan emosional dan fisik. Hal ini dilakukan selama tidak ada his (disela-sela his). Ibu bisa berhenti sejenak untuk melepas rasa sakit akibat his, makan atau minum, atau melakukan hal menyenangkan yang lain untuk melepas lelah, atau apabila memungkinkan ibu dapat tidur. Namun pada kala II, sebaiknya ibu diusahakan untuk tidak mengantuk.
Setelah proses persalinan selesai (pada kala IV), sambil melakukan observasi, bidan dapat mengizinkan ibu untuk tidur apabila sangat kelelahan. Namun sebagai bidan, memotivasi ibu untuk memberikan ASI dini harus tetap dilakukan. Istirahat yang cukup setelah proses persalinan dapat membantu ibu untuk memulihkan fungsi alat-alat reproduksi dan meminimalisasi trauma pada saat persalinan.




v  POSISI DAN AMBULASI
Posisi persalinan yang akan dibahas adalah posisi persalinan pada kala I dan posisi meneran pada kala II. Ambulasi yang dimaksud adalah mobilisasi ibu yang dilakukan pada kala I.
Persalinan merupakan suatu peristiwa fisiologis tanpa disadari dan terus berlangsung/progresif. Bidan dapat membantu ibu agar tetap tenang dan rileks, maka bidan sebaiknya tidak mengatur posisi persalinan dan posisi meneran ibu. Bidan harus memfasilitasi ibu dalam memilih sendiri posisi persalinan dan posisi meneran, serta menjelaskan alternatif-alternatif posisi persalinan dan posisi meneran bila posisi yang dipilih ibu tidak efektif.
Bidan harus memahami posisi-posisi melahirkan, bertujuan untuk menjaga agar proses kelahiran bayi dapat berjalan senormal mungkin. Dengan memahami posisi persalinan yang tepat, maka diharapkan dapat menghindari intervensi yang tidak perlu, sehingga meningkatkan persalinan normal. Semakin normal proses kelahiran, semakin aman kelahiran bayi itu sendiri.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan posisi melahirkan :

o   Klien/ibu bebas memilih, hal ini dapat meningkatkan kepuasan, menimbulkan perasaan sejahtera secara emosional, dan ibu dapat mengendalikan persalinannya secara alamiah.
o   Peran bidan adalah membantu/memfasilitasi ibu agar merasa nyaman.
o   Secara umum, pilihan posisi melahirkan secara alami/naluri bukanlah posisi berbaring.
o   Sejarah: posisi berbaring diciptakan agar penolong lebih nyaman dalam bekerja. Sedangkan posisi tegak, merupakan cara yang umum digunakan dari sejarah penciptaan manusia sampai abad ke-18.

Pada awal persalinan, sambil menunggu pembukaan lengkap, ibu masih diperbolehkan untuk melakukan mobilisasi/aktivitas. Hal ini tentunya disesuaikan dengan kesanggupan ibu. Mobilisasi yang tepat dapat membantu dalam meningkatkan kemajuan persalinan, dapat juga mengurangi rasa jenuh dan kecemasan yang dihadapi ibu menjelang kelahiran janin.

            Macam-macam posisi meneran diantaranya :
·         Duduk atau setengah duduk, posisi ini memudahkan bidan dalam membantu kelahiran kepala janin dan memperhatikan keadaan perineum.
·         Merangkak, posisi merangkak sangat cocok untuk persalinan dengan rasa sakit pada punggung, mempermudah janin dalam melakukan rotasi serta peregangan pada perineum berkurang.
·         Jongkok atau berdiri, posisi jongkok atau berdiri memudahkan penurunan kepala janin, memperluas panggul sebesar 28% lebih besar pada pintu bawah panggul, dan memperkuat dorongan meneran. Namun posisi ini beresiko memperbesar terjadinya laserasi (perlukaan) jalan lahir.
·         Berbaring miring, posisi berbaring miring dapat mengurangi penekanan pada vena cava inverior, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya hipoksia janin karena suply oksigen tidak terganggu, dapat memberi suasana rileks bagi ibu yang mengalami kecapekan, dan dapat mencegah terjadinya robekan jalan lahir.
·         Hindari posisi telentang (dorsal recumbent), posisi ini dapat mengakibatkan : hipotensi (beresiko terjadinya syok dan berkurangnya suply oksigen dalam sirkulasi uteroplacenter, sehingga mengakibatkan hipoksia bagi janin), rasa nyeri yang bertambah, kemajuan persalinan bertambah lama, ibu mangalami gangguan untuk bernafas, buang air kecil terganggu, mobilisasi ibu kurang bebas, ibu kurang semangat, dan dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf kaki dan punggung.
v  PENGURANGAN RASA NYERI
Nyeri  persalinan merupakan pengalaman subjektif tentang sensasi fisik yang terkait dengan kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan serviks, serta penurunan janin selama persalinan. Respon fisiologis terhadap nyeri meliputi: peningkatan tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, keringat, diameter pupil, dan ketegangan otot. Rasa nyeri ini apabila tidak diatasi dengan tepat, dapat meningkatkan rasa khawatir, tegang, takut dan stres, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya persalinan lama.

Rasa nyeri selama persalinan akan berbeda antara satu dengan lainnya. Banyak faktor yang mempengaruhi persepsi rasa nyeri, diantaranya: jumlah kelahiran sebelumnya (pengalaman persalinan), budaya melahirkan, emosi, dukungan keluarga, persiapan persalinan, posisi saat melahirkan, presentasi janin, tingkat beta-endorphin, kontraksi rahim yang intens selama persalinan dan ambang nyeri alami. Beberapa ibu melaporkan sensasi nyeri sebagai sesuatu yang menyakitkan. Meskipun tingkat nyeri bervariasi bagi setiap ibu bersalin, diperlukan teknik yang dapat membuat ibu merasa nyaman saat melahirkan.

v  KEBUTUHAN AKAN PROSES PERSALINAN YANG TERSTANDAR
Mendapatkan pelayanan asuhan kebidanan persalinan yang terstandar merupakan hak setiap ibu. Hal ini merupakan salah satu kebutuhan fisiologis ibu bersalin, karena dengan pertolongan persalinan yang terstandar dapat meningkatkan proses persalinan yang alami/normal.
Hal yang perlu disiapkan bidan dalam memberikan pertolongan persalinan terstandar dimulai dari penerapan upaya pencegahan infeksi. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan dengan menggunakan sabun dan air mengalir dapat mengurangi risiko penularan infeksi pada ibu maupun bayi. Dilanjutkan dengan penggunaan APD (alat perlindungan diri) yang telah disepakati. Tempat persalinan perlu disiapkan dengan baik dan sesuai standar, dilengkapi dengan alat dan bahan yang telah direkomendasikan Kemenkes dan IBI. Ruang persalinan harus memiliki sistim pencahayaan yang cukup dan sirkulasi udara yang baik.


    II.            FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI GIZI PADA SAAT BERSALIN
Faktor-faktor yang mempengaruhi gizi ibu bersalin :

o   Umur.
o   Berat badan.
o   Suhu lingkungan.
o   Aktivitas.
o   Status kesehatan.
o   Pengetahuan zat gizi dalam makanan.
o   Status ekonomi.

1.      Umur
Lebih muda umur ibu hamil, maka energi yangg dibutuhkan lebih banyak.
2.      Berat Badan
Berat badan lebih ataupun kurang dari berat badan rata-rata untuk umur tertentu, merupakan faktor menentukan jumlah zat makanan yang harus dicukupi selama hamil.
3.      Suhu Lingkungan
Suhu tubuh dipertahankan pada 36,5-37 derajat Celcius yang digunakan untuk metabolisme optimum. Lebih besar perbedaan suhu tubuh dan lingkungan berarti lebih besar pula masukan energi yang diperlukan.
4.      Aktivitas
Semakin banyak aktivitas yang dilakukan maka semakin banyak energi yang dibutuhkan oleh tubuh.
5.      Status Kesehatan
Pada saat kondisi tidak sehat maka asupan energi tetap harus diperhatikan.

6.      Pengetahuan Zat Gizi dalam Makanan
Perencanaan dan Penyusunan Makanan
Perencanaan dan penyusunan makanan kaum ibu atau wanita dewasa mempunyai peranan yang penting. Faktor yang mempengaruhi perencanaan dan penyusunan makanan yang sehat dan seimbang antara lain:

·         Kemampuan keluarga dalam membeli makanan.
·         Pengetahuan tentang zat gizi.
Dengan demikian, tubuh ibu akan menjadi lebih efisien dalam menyerap zat gizi dari makanan sehari-hari.

7.      Status Ekonomi
Status ekonomi maupun sosial mempengaruhi terhadap pemilihan makanan.

Kebiasaan dan Pandangan Wanita Terhadap Makanan
Pada umumnya, kaum ibu atau wanita lebih memperhatikan keluarga daripada saat ibu tersebut hamil. Ibu hamil sebaiknya memeriksakan kehamilannya, minimal empat kali selama kehamilannya.


 III.            PENGARUH STATUS GIZI PADA PROSES PERSALINAN
1. Makanan Yang Dianjurkan Selama Persalinan
Makanan yang disarankan dikonsumsi pada kelompok Ibu yang makan saat persalinan adalah roti, biskuit, sayuran dan buah-buahan, yogurt rendah lemak, sup, minuman isotonik dan jus buah-buahan (O’Sullivan et al, 2009). Menurut Elias (2009) Nutrisi dan hidrasi sangat penting selama proses persalinan untuk memastikan kecukupan energi dan mempertahankan kesimbangan normal cairan dan elektrolit bagi Ibu dan bayi. Cairan isotonik dan makanan ringan yang mempermudah pengosongan lambung cocok untuk awal persalinan. Jenis makanan dan cairan yang dianjurkan dikonsumsi pada Ibu bersalin adalah sebagai berikut (Champion dalam Elias,2009):

Makanan:
·         Roti atau roti panggan (rendah serat) yang rendah lemak baik diberi selai ataupun madu.
·         Sarapan sereal rendah serat dengan rendah susu.
·         Nasi tim.
·         Biskuit.
·         Yogurt rendah lemak.
·         Buah segar atau buah kaleng.
Minuman:
·         Minuman yogurt rendah lemak.
·         Es blok.
·         Jus buah-buahan.
·         Kaldu jernih.
·         Diluted squash drinks.
·         Air mineral.
·         Cairan olahraga atau cairan isotonik.
Ibu melahirkan harus dimotivasi untuk minum sesuai kebutuhan atau tingkat kehausannya. Jika asupan cairan Ibu tidak adekuat atau mengalami muntah, dia akan menjadi dehidrasi, terutama ketika melahirkan menjadikannya banyak berkeringat (Micklewirght & Champion, 2002 dalam Thorpe et al, 2009). Salah satu gejala dehidrasi adalah kelelahan dan itu dapat mengganggu kemajuan persalinan dan menyulitkan bagi Ibu untuk lebih termotivasi dan aktif selama persalinan. Jika Ibu dapat mengikuti kecenderungannya untuk minum, maka mereka tidak mungkin mengalami dehidrasi (McCormick, 2003 dalam Thorpe et al, 2009).

Pembatasan makan dan minum pada Ibu melahirkan memberikan rasa ketidaknyamanan pada Ibu. Selain itu, kondisi gizi buruk berpengaruh terhadap lama persalinan dan tingkat kesakitan yang diakibatkannya, dan puasa tidak menjamin perut kosong atau berkurang keasamannya. Lima penelitian yang melibatkan 3130 Ibu bersalin. Pertama penelitian membandingkan Ibu dengan pembatasan makan dan minum dengan Ibu yang diberi kebebasan makan dan minum. Kedua penelitian membandingkan antara Ibu yang hanya minum dengan Ibu yang makan dan minum tertentu. Dua penelitian lagi membandingkan Ibu yang hanya minum air mineral dengan minuman karbohidrat. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya kerugian atau dampak terhadap persalinan pada Ibu yang diberi kebebasan makan dan minum. Dengan demikian, Ibu melahirkan diberikan kebebasan untuk makan dan minum sesuai yang mereka kehendaki (Singata et al, 2009).

2.    Pengaruh Asupan Makan dan Minum Selama Persalinan
a.    Kebutuhan Energi Selama Persalinan
Tidak ada data pasti dari hasil penelitian yang menunjukkan kebutuhan energi pada Ibu yang bersalin. Namun 18 tahun yang lalu tim Investigator Walter Reed Army Medical Center mengamati kebutuhan metabolik Ibu bersalin sama dengan latihan aerobik selama terus-menerus. Sedangkan menurut American College of sport medicine menetapkan bahwa minuman karbohidrat dapat menghilangkan kelelahan pada yang latihan aerobik terus menerus, sehingga hal ini relevan pada Ibu hamil.
b.    Ketosis
Ibu hamil rentan terhadap ketosis karena tuntutan metabolism perkembangan janin dan perubahan hormon. Persalinan lama akan meningkatkan produksi keton, dan diperburuk dengan berpuasa. Scrutton et al (1999) melakukan penelitian secara acak untuk mengetahui efek dari diet rendah residu sebanyak 48 orang atau hanya minum air saja sebanyak 46 orang selama persalinan, terhadap kondisi metabolik, hasil persalinan, dan volume residu lambung. Akhir persalinan kelompok yang hanya minum air putih menunjukkan kejadian ketosis yang lebih besar serta menurunnya kadar glukosa dan insulin.
Kubli et al (2002), melakukan penelitian terhadap pengaruh minuman isotonik dibandingkan dengan yang hanya minum air mineral selama persalinan secara random, pada 60 Ibu di London. Pada akhir dari kala I persalinan, pada Ibu yang hanya minum air putih mengalami keadaan ketosis dan menurunkan kadar glukosa serum. Volume lambung, kejadian muntah dan volume muntah pada kedua kelompok sama. Tidak ada perbedaan antara kedua kelompok terhadap hasil persalinan. Namun minuman isotonik disarankan untuk menghindari terjadinya ketosis pada Ibu saat persalinan. Hal yang sama senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Kulli, M. et al (2002) pada kelompok Ibu melahirkan yang minum cairan isotonik dan kelompok Ibu yang minum air mineral, menyatakan bahwa minuman isotonik diketahui dapat mengurangi ketosis pada Ibu dalam persalinan tanpa meningkatkan volume lambung
c.    Hiponatremia
Hiponatremia dapat menimbulakan komplikasi kehamilan pada Ibu hamil. Hiponatremia kondisi yang ditemukan pada Ibu bersalin yang terlalu banyak minum air. Penelitian Johanssen et al (2002) dalam Nancy (2010) ditemukan 4 neonatus dan Ibu melahirkan mengalami kejang dan gangguan sistem syaraf pusat yang berhubungan dengan asupan oral Ibu selama bersalin sebanyak 4 dan 10 liter air atau jus buah selama persalinan. Terjadi peningkatan cairan ekstraseluler pada Ibu hamil dan kemampuan kompensasi cairan akut pada Ibu hamil mengalami penurunan. Sehingga Ibu dan janin mengalami penurunan yang cepat kadar natrium dalam darah.
Penelitian terbaru di Swedia oleh Moen et al (2009) dalam Nancy (2010) bahwa hiponantremia ditemukan 16 dari 61 Ibu melahirkan yang minum lebih dari 2.500 ml selama persalinan. Hiponatremia dihubungkan dengan lama persalinan kala II, persalinan sesar, dan kegagalan kemajuan janin. Sehingga disarankan untuk membatasi asupan cairan tidak lebih dari 2.500 ml, dan tidak diberikan cairan hipotonik secara intravena pada Ibu bersalin. Sehingga makan dan minum dianjurkan namun tidak pula berlebihan.
d.    Stres Persalinan
Ternyata makan dan minum saat persalinan dapat mengurangi stress pada Ibu ketika bersalin. Penelitian Penny Simpkin (1986) dalam Nancy (2010) melaporkan dari 159 Ibu bersalin, 27% Ibu yang dibatasi asupan makanan mengalami stress dan 57% Ibu  bersalin mengalami stress dengan pembatasan asupan cairan. Penelitian senada dilakukan oleh Amstrong dan Johnson (2000), 149 Ibu bersalin di Scottish, 30 % diantaranya memilih untuk asupan makanan ketika bersalin dan 25% diantaranya menunjukkan kepuasan terhadap proses persalinannya berlangsung.
e.    Muntah
O’Reilly, Hoyer dan Walsh (1993) melakukan penelitian pada hubungan asupan oral terhadap kejadian muntah pada 106 Ibu bersalin. Ibu tersebut memilih sendiri jumlah dan jenis makanan yang ingin dikonsumsi. Penelitian ini diamati dari semua tahap persalinan. pada awal persalinan 103 Ibu memilih untuk asupan makanan dan menurun hingga 50 Ibu yang tetap asupan makanan pada fase mulai aktif mendorong/persalinan. Ibu yang makan dan minum selama persalinan, 20 orang mengalami muntah dan 8 orang muntah lebih dari sekali. Muntah dikaitkan dari jumlah asupan makanan yang lebih banyak dari minum. Tidak ada hubungan antara Ibu yang mengalami muntah dan tidak, terhadap lama persalinan, dan hasil persalinan yang buruk.
Scrutton et al (1999) melakukan penelitian secara acak untuk mengetahui efek dari diet rendah residu sebanyak 48 orang atau hanya minum air saja sebanyak 46 orang selama persalinan, terhadap kondisi metabolic, hasil persalinan, dan volume residu lambung. Pada kelompok Ibu yang makan semakin menurun pada fase persalinan lebih aktif. Akhir persalinan kelompok yang hanya minum air putih menunjukkan kejadian ketosis yang lebih besar serta menurunnya kadar glukosa dan insulin. Volume lambung 1 jam setelah lahir lebih besar pada kelompok Ibu yang makanan. Kelompok asupan makan memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk muntah dengan volume lebih signifikan dibandingkan dengan kelompok yang hanya minum.  Namun pada kelompok tersebut tidak ada perbedaan lama persalinan, penggunaan oksitosin, hasil persalinan dan jumlah AFGAR skor.
f.    Hasil Persalinan
Scheepers et al (2002) melakukan penelitian control placebo dan menerapkan double blind di Belanda pada 100 Ibu beresiko rendah. Partisipan menerima 200 ml cairan karbohidrat atau cairan sejenis yang mengandung aspartame. Ibu yang memerlukan cairan intravena mendapatkan cairan normal saline dan tidak diijinkan mengkonsumsi makanan lain secara oral. Tidak ada data perbedaan yang signifikan terhadap kualitas hasil persalinan, atau kelahiran. Secara khusus, keseimbangan asam-basa janin tidak berbeda antara 2 kelompok.
Tranmer et al (2005), melakukan uji klinis secara acak di Kanada apakah asupan karbohidrat oral dapat menurunkan kejadian distosia pada Ibu nulipara yang beresiko rendah. Ibu kelompok intervensi (N=163 orang), menerima pedoman tentang makan dan minum selama persalinan dan didorong untuk makan dan minum sesukanya selama persalinan. Mereka mengkonsumsi makanan dan minuman apa yang mereka sukai. Ibu di kelompok pebanding (N=165) tidak mendapatkan mendapatkan informasi asupan makan dan minum secara oral selama persalinan dan dibatasi asupan oral kecuali air mineral dan es batu. Kejadian distosia pada kedua kelompok tidak berbeda begitu pula dengan Ibu dan bayi tidak ada perbedaan. Penelitian terbaru O’Sullivan et al (2009), pada 2.426 Ibu nulipara non diabetes, dengan prospektif random kontrol. Tingkat kelahiran spontan pervaginam sama pada dua kelompok dan tidak ada perbedaan signifikan yang diamati dari lamanya persalinan, angka kelahiran sesar, kejadian muntah dan hasil neonatal.
Beberapa penelitian di atas, menjelaskan mengenai manfaat makan dan minum selama persalinan. Akan tetapi anjuran makan dan minum ini berada dalam batas ketentuan yang wajar. Karena terdapat pula dampak negatif yang tidak dapat dipungkiri dari makan dan minum selama proses persalinan ini. Seperti hiponatremia ketika Ibu mengkonsumsi air mineral lebih dari 2.500 ml selama proses persalinan. Atau keadaan muntah saat persalinan ketika Ibu berlebihan makan makanan selama persalinan. Meski demikian, dari keseluruhan penelitian yang meneliti makan dan minum selama persalinan tidak memiliki dampak negatif terhadap lama persalinan atau pun hasil persalinan yaitu bayi. Artikel ini, menganjurkan Ibu untuk tetap konsumsi makan dan minum selama persalinan, dengan makanan yang ringan rendah lemak seperti biskuit, roti, buah-buahan, yogurt, jus buah atau mengkonsumsi minuman istonik untuk menghindari kejadian ketosis pada Ibu selama persalinan dan memberi tambahan energi dan stamina selama persalinan.

Kebutuhan fisiologis ibu bersalin merupakan suatu kebutuhan dasar pada ibu bersalin yang harus dipenuhi agar proses persalinan dapat berjalan dengan lancar dan fisiologis. Kebutuhan dasar ibu bersalin yang harus diperhatikan bidan untuk dipenuhi yaitu: kebutuhan oksigen, cairan dan nutrisi, eliminasi, hygiene (kebersihan personal), istirahat, posisi dan ambulasi, pengurangan rasa nyeri, penjahitan perineum (jika diperlukan), serta kebutuhan akan pertolongan persalinan yang terstandar. Pemenuhan kebutuhan dasar ini berbeda-beda, tergantung pada tahapan persalinan, kala I, II, III atau IV.

Pada kala I, kebutuhan dasar fisiologis yang harus diperhatikan bidan adalah kebutuhan oksigen, cairan dan nutrisi, eliminasi, personal hygiene terutama vulva hygiene, istirahat, posisi dan ambulasi, dan pengurangan rasa nyeri. Pemenuhan kebutuhan ini bertujuan untuk mendukung proses persalinan kala I yang aman dan lancar, serta mendukung proses persalinan kala II.

Selama kala II persalinan, bidan harus tetap membantu dan memfasilitasi pemenuhan kebutuhan fisiologis pada ibu bersalin meliputi kebutuhan oksigen, cairan, eliminasi (apabila tidak memungkinkan dapat dilakukan kateterisasi), istirahat, posisi, dan pertolongan persalinan yang terstandar.

Kebutuhan fisiologis pada kala III yang harus dipenuhi diantaranya: kebutuhan oksigen, cairan dan nutrisi, eliminasi, dan kebutuhan akan pertolongan persalinan yang terstandar. Sedangkan pada kala IV, berupa kebutuhan oksigen, cairan dan nutrisi, eliminasi, hygiene (kebersihan personal), istirahat, dan penjahitan perineum (jika diperlukan)
SEKIAN DAN TRIMAKASIH

Komentar